Jakarta, 28 Mei 2025 – PT Kereta Api Indonesia (Persero) menampilkan evolusi strategis layanannya dalam Philip Kotler Museum of Marketing with Hermawan Kartajaya yang resmi dibuka di 88 Kasablanka (27/5), Jakarta. Museum ini menjadi wadah interaktif yang menggabungkan konsep pemasaran modern dari Philip Kotler dan konteks lokal yang dikembangkan bersama Hermawan Kartajaya, Founder & Chair MCorp.
Keterlibatan KAI ditampilkan melalui instalasi visual bertajuk KAI Journey, yang mendokumentasikan transformasi bisnis dan layanan sejak pasca kemerdekaan hingga era digitalisasi saat ini.
“Kolaborasi ini merepresentasikan strategi KAI dalam memosisikan transformasi digital sebagai tulang punggung pemasaran masa depan,” ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo dalam peresmian museum.
Perjalanan transformasi layanan KAI dibagi ke dalam beberapa fase strategis yang selaras dengan perkembangan konsep pemasaran dari Marketing 1.0 hingga 6.0.
Pada periode 1945 hingga 2008, KAI berfokus pada pembangunan infrastruktur dasar serta pengoperasian layanan secara manual. Penjualan tiket masih dilakukan secara fisik, dan suasana stasiun belum memiliki standar kenyamanan maupun keamanan yang seragam. Fase ini merepresentasikan pendekatan Marketing 1.0 yang berorientasi pada produk.
Memasuki tahun 2009 hingga 2015, KAI mulai menempatkan pelanggan sebagai pusat layanan. Inovasi mulai bermunculan, seperti kehadiran e-Kios, boarding pass elektronik, dan gerbong khusus perempuan di layanan Commuter Line. Penataan ulang stasiun juga dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, bersih, dan terorganisir.
Transformasi berlanjut signifikan pada 2016 hingga 2021, saat digitalisasi menjadi tulang punggung layanan. Aplikasi Access by KAI diluncurkan sebagai platform layanan terpadu, memungkinkan pelanggan memesan makanan, hotel, hingga melacak lokasi secara real-time. Sistem e-boarding pass turut mempercepat proses perjalanan dan meningkatkan kenyamanan.
Sejak 2022, KAI memasuki era pemasaran berbasis teknologi canggih dan keberlanjutan. Teknologi face recognition untuk akses stasiun, pemesanan tiket online di Access by KAI dan web booking.kai.id, serta produk premium seperti kereta compartment dan panoramik menjadi sorotan. KAI turut menyukseskan proyek strategis nasional seperti kereta cepat Whoosh dan LRT Jabodebek, serta menghadirkan fitur carbon footprint di aplikasi Access by KAI sebagai wujud komitmen terhadap keberlanjutan dan layanan yang berorientasi pada masa depan.
Menurut Hermawan Kartajaya, kehadiran KAI di museum ini menjadi bukti nyata bagaimana perusahaan lokal mengadopsi konsep pemasaran global dan menerjemahkannya ke dalam strategi berbasis data dan teknologi.
“Transformasi KAI bukan sekadar digitalisasi, melainkan bentuk konkret adaptive marketing yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat modern,” ujarnya.
Partisipasi KAI dalam museum ini menunjukkan bagaimana sektor transportasi dapat menjadi pionir perubahan dalam lanskap pemasaran Indonesia. Melalui pameran ini, publik diajak memahami bahwa inovasi layanan bukan hanya soal teknologi, melainkan juga cara membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.(Redaksi)